- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
KULTUR JARINGAN TANAMAN CENDANA
Penelitian
dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian pada bulan
Februari sampai Desember 2003. Bahan tanaman yang digunakan adalah embrio
dari buah cendana muda dan dewasa yang diperoleh dari Nusa Tenggara Barat
dan Yogyakarta. Bagian luar kulit buah (pericarp) dibuka/dipecah,
kemudian benih dikeluarkan dan dikumpulkan. Benih
dikeringanginkan di
atas cawan petri di dalam laminar selama 5-10 menit. Embrio yang berada di
bagian dalam benih dikeluarkan dengan menggunakan pinset steril, kemudian
ditanam dalam media perlakuan yang sudah disiapkan di dalam botol kultur. Media
yang digunakan sebagai perlakuan disesuaikan dengan tahapan percobaan yaitu:
1. Tahap
induksi embrio somatik: MS + BA 0,5 mg/l; MS + BA 1 mg/l; MS + BA 2 mg/l; MS +
thidiazuron 0,5 mg/l; MS + thidiazuron 1 mg/l dan MS + thidiazuron 2 mg/l.
2. Tahap
pembentukan embrio somatik sekunder: MS + IAA 0,5 mg/l dan MS + IAA 1 mg/l.
3. Tahap
perkecambahan/pembentukan plantlet: MS1/2 tanpa GA3; MS1/2 + GA3 0,5 mg/l;
MS1/2 + GA3 1 mg/l; MS tanpa GA3; MS + GA3 0,5 mg/l dan MS + GA3 1 mg/l.
4. Tahap
perakaran: MS + IBA 5 mg/l dan MS + IBA 10 mg/l. Medium dasar MS (Murashige dan
Skoog 1962) dilengkapi dengan sukrosa 3% (w/v), serta dibuat padat dengan
menambahkan agar 0,2% (Phytagel/Gelrite).
Selanjutnya,
pH media dibuat 5,8 dengan menambahkan 1 N NaOH atau 1 N HCl sebelum diotoklaf
pada suhu 121oC selama 15 menit. Biakan diinkubasi pada suhu 25 + 2oC di bawah
cahaya neon 1.000-2.000 lux selama 16 jam. Dalam media induksi, eksplan embrio
somatik akan
membentuk sel-sel
embriogenik yang kemudian berkembang membentuk fase globular (fase embrio
somatik primer). Eksplan kemudian dipindahkan ke dalam media pendewasaan untuk
mengoptimalkan pembentukan embrio somatik sekunder. Embrio somatic yang telah
membentuk kotiledon dipindahkan ke dalam media perkecambahan untuk pembentukan
plantlet. Kondisi penyimpanan biakan pada semua tahap perlakuan adalah sama.
Setelah plantlet
cukup kuat untuk dipindahkan, dilakukan aklimatisasi di kamar kaca. Media tanam
yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang atau kasting (1:1) dalam
pot plastik. Di samping itu, pada pot tersebut disediakan bibit tanaman cabai
yang diharapkan berfungsi sebagai tanaman inang. Pengamatan dilakukan terhadap
persentase eksplan membentuk embrio primer, persentase embrio primer membentuk
embrio somatik sekunder, jumlah embrio somatik yang berkecambah, dan persentase
plantlet/ tanaman yang tumbuh. Data dianalisis menggunakan uji Duncan pada p
< 0,05.
Bahan
tanaman (buah) yang digunakan sebagai eksplan berasal dari Yogyakarta untuk
buah masak (mature) dan dari NTT untuk buah masak dan muda (immature).
Embrio zigotik dari kedua tingkat kemasakan buah tersebut diisolasi dan ditanam
pada media perlakuan untuk induksi embrio somatik. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa setelah berumur 8 minggu, eksplan yang berasal dari Yogyakarta tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan pada semua media perlakuan yang dicobakan. Hal
ini diduga karena bahan tanaman (biji) sudah tidak mempunyai viabilitas lagi
akibat disimpan terlalu lama. Eksplan dari buah yang berasal dari NTT
memberikan respons yang berbeda dalam membentuk embrio somatik pada beberapa
perlakuan media yang diberikan. Secara umum, media dasar MS yang diperkaya
dengan BAP menunjukkan respons yang lebih baik dalam membentuk embrio somatik
dibandingkan dengan MS + thidiazuron, baik untuk eksplan embrio muda maupun
embrio dewasa. Persentase pembentukan embrio somatik dari eksplan embrio
zigotik muda pada media MS + BAP 2 mg/l menunjukkan nilai tertinggi (71,4%),
sedangkan untuk eksplan embrio zigotik dewasa, nilai tertinggi (63,6%)
diperoleh pada media MS + BAP 1 mg/l. Keberhasilan pembentukan embrio somatik sekunder
dari embrio zigotik dewasa dengan perlakuan MS + IAA 0; 0,5; dan 1 mg/l tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun demikian, media MS tanpa IAA
menunjukkan persentase keberhasilan paling tinggi (87,5%) diikuti MS + IAA 0,5
mg/l sebesar 73%. Pada embrio somatik muda, keberhasilan regenerasi eksplan
membentuk embrio somatik sekunder pada media MS + IAA 1 mg/l hanya 15% dan
tidak berbeda nyata dengan MS + IAA 0,5 mg/l sekitar 43,25%. Persentase embrio
somatik sekunder tertinggi (71,25%) diperoleh dari media MS tanpa penambahan
IAA. Media MS tanpa zat pengatur tumbuh IAA tampaknya selalu memberikan hasil
yang lebih tinggi, baik untuk embrio zigotik muda maupun dewasa. Embrio
zigotik terdiri
atas jaringan yang sangat muda dan bersifat embrionik sehingga tanpa zat
pengatur
tumbuh pun tetap
dapat beregenerasi. Kandungan garam-garam anorganik yang tinggi dalam media MS
serta adanya vitamin dan sukrosa cukup memadai untuk mendukung proses
pembentukan dan perkembangan sel-sel somatik dari embrio zigotik menjadi embrio
somatik. Rai dan McComb (2002) pada tanaman cendana dengan menggunakan embrio
zigotik
dewasa berhasil
pula meregenerasikan eksplan membentuk embrio somatik dewasa. Namun, Becwor et
al. (1987) pada tanaman Picea abis dan Lelu et al. (1994)
pada tanaman hibrida antara Larix dan Leptoeuropaca menggunakan
embrio zigotik muda. Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan kedua jenis
eksplan, yaitu embrio zigotik muda dan dewasa memberikan persentase
keberhasilan yang cukup tinggi, berturutturut 71,25% dan 87,5%. Dengan
demikian, perbanyakan tanaman cendana melalui pembentukan embrio somatik
memberikan kemudahan dalam pengangkutan biji sebagai sumber eksplan mengingat produksi biji pada cendana
relatif lama. Setelah disubkultur
pada media perkecambahan, embrio somatic dewasa ternyata tidak langsung
membentuk benih somatik, tetapi bermultiplikasi membentuk tunas. Multiplikasi paling tinggi (92%) terdapat
pada media MS1/2 + GA3 namun tidak berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali MS.
Dengan demikian media MS yang konsentrasi makronya dicairkan sampai setengahnya
lebih baik dibandingkan media MS konsentrasi penuh. Pengenceran media MS sebagai
media perkecambahan dilakukan pula oleh Rai dan McComb (2002) pada tanaman
cendana, serta Rout et al. (1995) pada tanaman Acacia catechu.
Tremblay (1990) melakukan pengenceran garam makro media Schenk dan Hilderbrandt
sampai seperempatnya. Menurut Rout et al. (1995), pengenceran media pada
tahap perkecambahan dimaksudkan untuk menghindari pengkalusan kembali pada
dasar tunas atau struktur embrio somatik. Kelompok tunas pada media
perkecambahan menunjukkan bentuk yang normal dan tidak normal.
Jumlah tunas normal
paling banyak (rata-rata 9,2 tunas) diperoleh dari media MS1/2 + GA3 1 mg/l
namun tidak berbeda nyata dengan MS1/2 + GA3 0,5 mg/l sebanyak 5,8 tunas,
sedangkan tunas abnormal yang paling banyak berasal dari media MS + GA3 0,5
mg/l. Tampaknya media MS konsentrasi penuh selalu memberikan hasil yang lebih
rendah dibandingkan media MS yang diencerkan setengahnya. Hal ini kemungkinan
disebabkan pengaruh nutrisi yang terlalu kaya sehingga mengakibatkan induksi
pertumbuhan yang abnormal. Pada media perkecambahan/pendewasaan, embrio somatik
dewasa tidak dapat membentuk akar seperti yang diharapkan. Untuk itu pada tahap
selanjutnya tunas disubkultur pada media perakaran (Gambar 3). Sampai umur 3
minggu, akar hanya tumbuh pada beberapa biakan yang diberi perlakuan IBA 5 mg/
l dengan rata-rata jumlah akar 0,6. Perlakuan IBA 5 dan 10 mg/l tidak
menunjukkan perbedaan pada jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan.
Pembentukan
embrio somatik tanaman cendana secara langsung dengan eksplan embrio zigotik
dewasa mencapai 63,6% dengan menggunakan media MS + BAP 1 mg/l dan untuk
eksplan embrio zigotik muda 71,4% pada media MS + BAP 2 mg/l. Pada media MS,
relatif sama antara embrio zigotik muda dan dewasa. Pada media perkecambahan,
embrio somatik yang paling banyak bermultiplikasi membentuk tunas terdapat pada
media MS1/2 + GA3 0,5 mg/l. Umumnya media MS yang diencerkan setengahnya
menghasilkan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan media MS penuh untuk
setiap penambahan GA3. Media MS + GA3 0,5 dan 1 mg/l menghasilkan tunas
abnormal paling tinggi, yaitu masing-masing 33,3% dan 25%. Induksi perakaran
belum memberikan hasil yang memuaskan, meskipun akar dapat terbentuk pada media
MS + IBA 5 mg/l dengan jumlah yang masih sedikit.
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bi101051.pdf
Komentar
Posting Komentar